🐘 Makna Puisi Sajak Sebatang Lisong
SAJAKSEBATANG LISONG [2] OLEH: W.S RENDRA Menghisap sebatang lisong melihat Indonesia Raya mendengar 130 juta rakyat dan di langit dua tiga cukong mengangkang berak di atas kepala mereka Matahari terbit fajar tiba dan aku melihat delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan Aku bertanya tetapi pertanyaan-pertanyaanku
Digital Grid.id Kontan.co.id Kgmedia.id Login Berikan Masukanmu Langganan Kompas.id News Nasional Megapolitan Global Surat Pembaca Kilas Daerah Kilas Korporasi Kilas Kementerian Sorot Politik Kilas Badan Negara Kilas Parlemen Indeks Regional Medan Palembang Surabaya Makassar Balikpapan Samarinda Tren
Kaliini, Ane mau ngepost tentang Makna Arti dan Sejarah Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas). langsung aje dah kita liat ape sih yang ada di dalemnye.. Puisi/Sajak Sebatang Lisong karya WS. Rendra ini akan selalu memberi semangat dan motivasi hidup kepada kita semua sepanjang sejarah kehidupan manusia.
66tahun sudah bangsa ini merdeka, namun cita-cita kemerdekaan yang telah diletakkan para pendiri bangsa ini belum juga tercapai. Meski tak kita pungk
Masalahpenelitian ini adalah telaah terhadap 10 (sepuluh) Puisi WS.Rendra (Sajak Sebatang Lisong, Makna Sebuah Titipan, Sajak Pertemuan Mahasiswa, Surat Cinta, Sajak Orang Lapar, Sajak Hai, Kamu!, Sajak Rumpun Alang-alang, Sajak Kupanggil Namamu, Sajak Rajawali, dan Sajak Tuhan Aku Cinta Padamu) Tujuan penelitian ini adalah untuk
Menghisapsebatang lisong melihat Indonesia Raya, mendengar 130 juta rakyat, dan di langit dua tiga cukong mengangkang, berak di atas kepala mereka Matahari terbit. Fajar tiba. Dan aku melihat delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan. Aku bertanya, tetapi pertanyaan-pertanyaanku membentur meja kekuasaan yang macet, dan papantulis-papantulis
MENYIMAKESTETIS "Sajak Sebatang Lisong" Karya: W.S. Rendra Dosen Pengampu: Sri Hastuti, S.S.,M.Pd. Disusun Oleh: Eko Setyawan K1215020 PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016 PENDAHULUAN A. Pengertian Menyimak Menyimak bermakna mendengarkan dengan penuh pemahaman dan perhatian serta apresiasi.
xlDG. UNSUR BATIN Kemanusiaan, karenadalam puisi diatas penyair mencerikan tentang kehidupan atau kondisi dari rakyat indonesia pada saat itu, mengenai kesenjangan sosial yang terjadi di masyarakatnya, serta ketidakadilan yang di alami oleh orang-orang lemah atau rakyat-rakyat miskin. suka bersenang-senang diatas penderitaan orang lain. suka bertindak sewenang-wenang terhadap orang yang lemah, hanya karena kita memiliki jabatan atau kedudukan yang tinggi. jadi manusia yang egois yang hanya mementingkan diri sendiri dan tidak mau mendengarkan pendapat orang lain. manusia kita harus saling membantu, bekerjasama dalam menyelesaikan suatu masalah. manusia kitaharus berani mengeluarkan pendapat, untuk menentang segala bentuk ketidakadilan yang terjadi disekitar kita. menyindir pada kalimat dan aku melihat sarjana – sarjana menganggur, berpeluh dijalan raya Nada kritik pada kalimat aku melihat protes-protes yang terpendam Nada menasehati pada kalimat apakah artinyakesenian, bila terpisah dari derita lingkungan Nada tegas pada kalimat kita mesti berhenti membeli rumus – rumus asing Perasaan memberontak pada kalimat dan aku melihat delapan jutakanak – kanak, tanpa pendidikan sedih, kecewa UNSUR FISIK Citraan penglihatan contohnya pada kalimat melihat Indonesia raya Citraan Pendengaran contohnya pada kalimat mendengar 130 jutarakyat Citraan Gerak contohnya pada kalimat keluar ke desa – desa Citraan Taktil contohnya pada kalimat bunga bunga bangsa tahun depan Menghisap sebatang lisongmajas metonimia Tanpa dangau persinggahanmajas personifikasi Terhimpit di bawah tilam majas personifikasi Langit pesta warna di dalam senjakalamajas personifikasi Termangu – mangu di kaki dewi kesenian majas Metafora Bunga – bunga bangsa tahun depanmajas personifikasi Berkunang – kunang pandang matanyamajas metafora Di bawahi klan berlampu neon majas personifikasi Menjadi gemalau suara yang kacaumajas personifikasi Menjadikarang di bawahmukasamudramajas personifikasi Aku melihat sarjana – sarjana menganggur, berpeluh di jalan rayamajas hiperbola Aku melihat wanita bunting, antri uang pensiunanmajas hiperbola 5 bait 64 baris Menggunakkan bentuk tipografi umum DAFTAR PUSTAKA . SajakSebatangLisong . 2009 .Tanggal 7Agustus
Apresiasi Puisi Sajak Sebatang Lisong Karya Rendra Puisi yang berjudul sajak Sebatang Lisong ini merupakan puisi balada. Puisi balada ialah puisi yang bercerita tentang orang-orang perkasa atau tokoh pujaan atau orang yang menjadi pusat perhatian Herman, 2012 dalam Adzani, 2012. Puisi karya Rendra ini termasuk jenis puisi naratif dimana puisi ini mengungkapkan cerita atau penjelasan penyair. Dari puisi inilah Rendra mengungkapkan perasaannya. Puisi yang ditulis pada tahun 1973 dan terangkum dalam buku Potret Pembangunan dalam Puisi ini merupakan puisi yang secara gamblang mengkritik sosial. Rendra tanpa sungkan-sungkan lagi mengkritik. Dengan bahasa sastra ia berbicara, dengan bahasa sastra pula ia mengkritik pemerintahan, hingga ia dianggap berbahaya oleh rezim. Tidak heran kalau Rendra sering dicekal dan bahkan ditahan oleh pemerintah pada masa itu. Berikut pemaknaan puisi yang berjudul Sajak Sebatang Lisong. Pada bait pertama penulis menceritakan bahwa orang-orang kaya yang digambarkan sebagai cukong begitu menikmati gaya hidup yang mewah yang digambarkan dengan menghisap sebatang lisong. Sementara itu, jutaan rakyat menjerit meratapi kehidupannya sama sekali tidak mereka hiraukan. Bait kedua, penyair secara lantang menyuarakan nasib jutaan anak-anak yang tidak mengenyam pendidikan di masa itu. Padahal negara sudah merdeka dan pendidikan merupakan hak setiap anak. Hal ini digambarkan dengan //matahari terbit/ fajar tiba. Pada bait ketiga, penyair secara tegas ingin memprotes tentang keadaan yang terjadi di Indonesia, namun keinginan tersebut sia-sia, karena ia sebagai rakyat tidak diberikan hak untuk menyaurakan pendapatnya/mengutarakan isi hatinya. Hal ini digambarlkan dengan pertanyaan-pertanyaannya yang membentur meja kekuasaan yag macet. Selanjutnya penyair juga menyindir dunia pendidikan khususnya guru. Dalam puisi penyair tidak secara langsung menyebut guru karena konteks guru sudah menghilang dari birokrat yang harus disebut pendidik lembah pena, 2011. Pada bait keempat, penyair menyuarakan kembali nasib anak-anak yang tidak mengenyam pendidikan. Padahal anak adalah aset suatu bangsa, namun keadaannya pada masa itu malah tidak diperhatikan. Hal ini akan membuat hancurnya masa depan bangsa karena anak yang merupakan pewaris bangsa tidak diberikan bekal pendidikan yang cukup sehingga mereka tidak memiliki kemampuan untuk mengelolanya. Jangankan mengelola/mengatur bangsa, mengatur dirinya saja mereka belum tentu bisa karena masa depan yang sangat suram. Hal ini sesuai dengan potongan bait berikut // tanpa dangau persinggahan/ tanpa ada bayangan ujungnya. Bait kelima, penyair kembali lagi menyindir para penguasa negeri yaitu orang-orang kaya yang diistilahkan dengan cukong. Mereka tidak mempedulikan kegagalan pendidikan yang terjadi di negerinya. Banyak sarjana menjadi pengangguran, berpeluh di jalan raya. Bahkan mereka juga tidak mempedulikan keadaan ekonomi bangsanya yang digambarkan penyair dengan melihat wanita bunting antri uang pensiun. Bait keenam dan ketujuh, penyair menggambarkan bahwa teknokrat hanya bisa mencela tanpa bertindak apa-apa. Teknokrat yang berarti cendekia yang berkiprah dalam pemerintahan, sama halnya dengan cukong. Penyair menggambarkan bahwa teknokrat ditempatkan di langit. Mereka jauh dari ingar-bingar persoalan kehidupan nyata. Bangsa Indonesia sendiri yang salah karena mereka malas, tidak mau dibangun dan tidak mau menyesuaikan dengan teknologi asing. Pada bait kedelapan mengisahkan bahwa di zaman yang modern, gedung-gedung bertingkat bahkan pencakar langit sangat mudah dijumpai. Namun, itu semua hanya milik cukong-cukong dan masyarakat yang di bawah, tetaplah di bawah. Mereka tidak punya daya, bahkan untuk menyuarakan pendapatnya saja mereka tidak bisa. Karena masyarkat tidak diberi kebebasan untuk berpendapat. Hal ini membuat masyarakat menjadi putus asa dan mereka memilih tidur saja daripada mendapat celaka. Bait kesembilan penyair mengkritik para sastrawan dan teman-teman seperjuangannya. Ia merasa kecewa terhadap para sastrawan yang hanya terbius oleh sajak-sajak romantis yang dibuatnya. Padahal sebagai seorang intelektual dengan bahasa sebagai sarana perjuangan sosial, sastrawan seharusnya ikut andil menjadi motor penggerak.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Minggu pagi baca-baca puisi karya penyair hebat sekelas Rendra sangat menarik dan terasa masih cukup relevan dengan keadaan sekarang. Misalnya ada kalimat "dua tiga cukong mengangkang" sy jd teringat Anggodo vs KPK........ Puisi ini ditulis tahun 1977, seperti kata orang bijak belajar dari masa lalu untuk masa depan lebih baik, semoga bermanfaat............... Sajak Sebatang Lisong – Rendra Menghisap sebatang lisong melihat Indonesia Raya, mendengar 130 juta rakyat, dan di langit dua tiga cukong mengangkang, berak di atas kepala mereka Matahari terbit. Fajar tiba. Dan aku melihat delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan. Aku bertanya, tetapi pertanyaan-pertanyaanku membentur meja kekuasaan yang macet, dan papantulis-papantulis para pendidik yang terlepas dari persoalan kehidupan. Delapan juta kanak-kanak menghadapi satu jalan panjang, tanpa pilihan, tanpa pepohonan, tanpa dangau persinggahan, tanpa ada bayangan ujungnya. ………………… Menghisap udara yang disemprot deodorant, aku melihat sarjana-sarjana menganggur berpeluh di jalan raya; aku melihat wanita bunting antri uang pensiun. Dan di langit; para tekhnokrat berkata bahwa bangsa kita adalah malas, bahwa bangsa mesti dibangun; mesti di-up-grade disesuaikan dengan teknologi yang diimpor Gunung-gunung menjulang. Langit pesta warna di dalam senjakala Dan aku melihat protes-protes yang terpendam, terhimpit di bawah tilam. Aku bertanya, tetapi pertanyaanku membentur jidat penyair-penyair salon, yang bersajak tentang anggur dan rembulan, sementara ketidakadilan terjadi di sampingnya dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan termangu-mangu di kaki dewi kesenian. Bunga-bunga bangsa tahun depan berkunang-kunang pandang matanya, di bawah iklan berlampu neon, Berjuta-juta harapan ibu dan bapak menjadi gemalau suara yang kacau, menjadi karang di bawah muka samodra. ……………… Kita harus berhenti membeli rumus-rumus asing. Diktat-diktat hanya boleh memberi metode, tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan. Kita mesti keluar ke jalan raya, keluar ke desa-desa, mencatat sendiri semua gejala, dan menghayati persoalan yang nyata. Inilah sajakku Pamplet masa darurat. Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan. 19 Agustus 1977 ITB Bandung Potret Pembangunan dalam Puisi Lihat Puisi Selengkapnya
makna puisi sajak sebatang lisong